Laporan Kinerja

SASARAN STRATEGIS OPD
INDIKATOR SASARAN OPD
objek id
SATUAN
analisis ketercapaian tw 1
analisis ketercapaian tw 2
analisis ketercapaian tw 3
analisis ketercapaian tw 4
target 2026
target 2023
target 2024
target 2025
target kinerja tw 1
realisasi tw 1
capaian tw 1
solusi tw 1
target kinerja tw 2
realisasi tw 2
capaian tw 2
solusi tw 2
target kinerja tw 3
realisasi tw 3
capaian tw 3
solusi tw 3
target kinerja tw 4
realisasi tw 4
capaian tw 4
solusi tw 4
Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan Angka Kematian Neonatal (AKN) 14 Angka Capaian masih di atas target , angka kematian neonatal merupakan indikator negatif, dikatakan kinerjanya baik jika mampu menekan kasus di bawah target Target 10,2 merupakan capaian tahun 2023 sehingga di harapkan angka kematian neonatal menurun dari tahun sebelumnya Angka kematian neonatal tinggi, terutama pada bayi yang berusia di bawah 28 hari, merupakan masalah kesehatan yang signifikan dan kompleks. Berikut adalah analisis yang mencakup faktor penyebab, dampak, serta beberapa rekomendasi yang dapat membantu dalam menurunkan angka tersebut: Penyebab Angka Kematian Neonatal Tinggi a) Komplikasi Persalinan dan Kelahiran: Banyak kematian neonatal terjadi akibat komplikasi selama persalinan, seperti asfiksia lahir, cedera lahir, atau infeksi yang disebabkan oleh kondisi sanitasi yang buruk b) Infeksi Neonatal: Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi seperti sepsis, meningitis, dan pneumonia. Infeksi ini sering disebabkan oleh praktik higienis yang tidak memadai selama proses kelahiran atau dalam perawatan setelahnya. c) Prematuritas dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR): Bayi yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah lebih rentan terhadap komplikasi pernapasan, suhu tubuh, dan infeksi, yang semuanya dapat meningkatkan risiko kematian neonatal. d) Keterbatasan Akses ke Pelayanan Kesehatan: Kurangnya akses ke fasilitas kesehatan yang memadai atau keterlambatan dalam mendapatkan perawatan yang tepat, seperti perawatan intensif neonatal, turut berkontribusi terhadap tingginya angka kematian. e) Kesehatan Ibu yang Kurang Baik: Kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan, seperti anemia, infeksi, dan status gizi yang rendah, memengaruhi risiko kematian neonatal. Dampak Angka Kematian Neonatal Tinggi a) Dampak pada Keluarga dan Masyarakat: Kehilangan bayi memberikan beban emosional yang mendalam bagi keluarga. Dampak ekonomi juga dirasakan akibat biaya perawatan kesehatan, khususnya bagi keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah. b) Dampak pada Sistem Kesehatan: Tingginya angka kematian neonatal menunjukkan adanya kesenjangan dalam sistem kesehatan, khususnya terkait pelayanan maternal dan neonatal. jumlah kasus 84 ibu hamil KEK mengalamni peningkatan, BBLR Naik. masih di atas target minimal sehingga perlu perhatian serius Hubungan antara ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK), bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan angka kematian neonatal (AKN) sangat erat kaitannya dalam konteks kesehatan ibu dan anak. Ketiga faktor ini saling berhubungan secara langsung, di mana KEK pada ibu hamil meningkatkan risiko BBLR, yang pada akhirnya juga meningkatkan risiko kematian neonatal. Hubungan antara KEK, BBLR, dan kematian neonatal menunjukkan bahwa malnutrisi ibu hamil memiliki dampak langsung pada kesehatan bayi baru lahir. KEK menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, yang pada gilirannya meningkatkan risiko komplikasi kesehatan serius yang dapat menyebabkan kematian neonatal. Intervensi kesehatan yang tepat, edukasi, dan perbaikan akses gizi dan layanan kesehatan dapat membantu menurunkan risiko ini dan meningkatkan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Angka Kematian Neonatal (AKN) adalah jumlah kematian bayi yang terjadi pada usia 0-28 hari per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini menjadi salah satu indikator utama dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak di suatu wilayah. Penurunan angka kematian neonatal adalah bagian penting dari tujuan pembangunan kesehatan, khususnya dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan penurunan angka kematian anak. SK Pokja Penyelamat Ibu dan Bayi, Kegiatan AMP, Supervisi terpadu, PMT bumil BOK dan Bankeu, Penguatan sistem rujukan melalui pembagian wilayah sistem rujukan, perubahan regulasi DO kepemilikan kematian berdasarkan domisili bukan KTP Beberapa faktor yang mendukung penurunan angka kematian neonatal antara lain: Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan Ibu dan Anak yaitu Pemeriksaan Antenatal Teratur (ANC) dan Persalinan di Fasilitas Kesehatan, Kematian terbanyak di RS dan belum semua RS melakukan AMPSR, penertiban adminduk belum maksimal jadi berpengaruh pada jumlah data sasaran KIA beberapa kendala masih dihadapi: Akses Terbatas ke Fasilitas Kesehatan, Kurangnya Dokter Spesialis, Keterbatasan Tenaga Medis Terlatih, deteksi dini resiko tinggi, Kualitas Perawatan Pasca Persalinan yang Rendah jumlah kasus kematian neonatal 99 penyebab paling tinggi BBLR hanya ada 2 upt puskesmas yang tidak ada kematian neonatal sigaluh 2 dan pagentan 2 9.8 10.4 10.2 10 10.20 11.30 110.78 a) Evaluasi ANC terintegrasi di 35 Puskesmas b) Sosilaisasi AMP SR c) AMP Medis dan AMP Sosial d) Pertemuan Teknis Pengelola Remaja terintegrasi dengan petugas UKS e) Usulan Pemberian TTD Rematri dijadikan indikator kinerja Dindikpora f) Pendampingan Spesialis Anak dan Obsgyn di 35 Puskesmas g) Pertemuan peningkatan nakes tentang capaian KB Pasca Salin h) Kalakarya MTBM di 35 Puskesmas i) Kalakarya MTBS di 35 Puskesmas 5.00 10.90 218.00 Upaya dan Rekomendasi untuk Menurunkan Angka Kematian Neonatal Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal: Menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap mulai dari perawatan sebelum, selama, dan setelah persalinan. Hal ini termasuk penambahan jumlah tenaga medis terlatih serta fasilitas neonatal yang lebih baik. Peningkatan Edukasi bagi Ibu Hamil: Penyuluhan kesehatan kepada ibu hamil tentang tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan pasca persalinan, serta pentingnya menjaga kesehatan ibu dan bayi. Program Vaksinasi dan Skrining Infeksi: Vaksinasi untuk mencegah infeksi yang dapat mengancam nyawa bayi baru lahir, serta skrining dan perawatan infeksi pada ibu hamil untuk mencegah penularan kepada bayi. Perbaikan Gizi Ibu Hamil dan Bayi: Peningkatan asupan gizi pada ibu hamil, termasuk suplementasi zat besi dan asam folat, untuk mengurangi risiko kelahiran prematur dan komplikasi kesehatan. Penguatan Sistem Rujukan: Sistem rujukan yang cepat dan efektif diperlukan untuk menangani kasus neonatal kritis, termasuk transportasi yang memungkinkan bayi untuk segera mendapatkan perawatan lanjutan di rumah sakit. Secara keseluruhan, penurunan angka kematian neonatal memerlukan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, melibatkan pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat, dan keluarga. 8.00 10.20 127.50 Evaluasi AMPSR, penertiban administrasi kependudukan, pendampingan tim ahli ke puskesmas Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Menurunkan Angka Kematian Neonatal: Peningkatan Kualitas Layanan Neonatal (Melakukan pelatihan berkelanjutan untuk tenaga medis, terutama dalam menangani komplikasi neonatal dan deteksi dini resiko tinggi) Peningkatan Edukasi dan Penyuluhan Kesehatan Penguatan Sistem Rujukan Kesehatan 10.00 9.30 93.00
  Indeks Keluarga sehat 14 Angka Sudah mencapai target Keberhasilan Indeks Keluarga Sehat (IKS) sangat bergantung pada berbagai faktor yang berperan secara langsung maupun tidak langsung. Analisis faktor-faktor ini membantu mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperkuat untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara menyeluruh. Perilaku sehat, seperti konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, dan menjaga kebersihan diri, menjadi komponen mendasar dalam meningkatkan IKS. Perilaku sehat dapat mencegah berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas. Akses mudah ke puskesmas, klinik, atau rumah sakit sangat berpengaruh terhadap pemeriksaan rutin, penanganan dini penyakit, dan penerimaan layanan kesehatan. Kualitas pelayanan, termasuk ketersediaan tenaga medis dan obat-obatan. edukasi, penguatan fasilitas kesehatan, dan pengembangan program berbasis masyarakat, dapat membantu menciptakan keluarga yang lebih sehat. terdapat 3 puskesmas mengalami peningkatan IKS Yaitu puskesmas mandiraja 1, wanayasa 1, bawang 2. merupakan salah satu indikator penting untuk menilai derajat kesehatan masyarakat di tingkat keluarga. IKS mengukur berbagai aspek kesehatan yang relevan dengan kondisi dan perilaku kesehatan keluarga. Penilaian ini dilakukan untuk memetakan kondisi kesehatan dan menentukan intervensi kesehatan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. IKS adalah ukuran untuk mengetahui tingkat kesehatan suatu keluarga berdasarkan berbagai indikator, yang mengacu pada 12 indikator utama kesehatan yang meliputi: Keluarga mengikuti program KB. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Bayi mendapatkan ASI eksklusif. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan. Penderita TB mendapatkan pengobatan sesuai standar. Penderita hipertensi melakukan pengobatan teratur. Penderita gangguan jiwa berat mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan. Anggota keluarga tidak ada yang merokok. Keluarga memiliki akses terhadap air bersih. Keluarga memiliki akses atau menggunakan jamban sehat. Peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Capaian IKS diukur dalam tiga kategori: Keluarga Sehat (Jika memenuhi semua atau sebagian besar indikator). Keluarga Pra Sehat (Jika hanya memenuhi beberapa indikator). Keluarga Tidak Sehat (Jika memenuhi sedikit atau tidak ada indikator sama sekali). Beberapa faktor utama yang mempengaruhi capaian IKS di suatu daerah meliputi: Akses Terhadap Layanan Kesehatan: Ketersediaan puskesmas, rumah sakit, atau fasilitas kesehatan lainnya sangat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Edukasi dan Kesadaran Kesehatan: Tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh terhadap kesadaran keluarga tentang pentingnya menjaga kesehatan, seperti imunisasi, ASI eksklusif, dan pengobatan penyakit menular. Kondisi Sosial Ekonomi: Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan, gizi yang baik, air bersih, dan sanitasi yang layak, yang berkontribusi pada kesehatan keluarga secara keseluruhan. Perilaku Kesehatan: Kebiasaan keluarga, seperti merokok atau menjaga kebersihan lingkungan, sangat memengaruhi hasil capaian indikator. perilaku merokok pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah perlu di teliti dengan tingkat kemiskinan dan perilaku merokok Kebijakan Pemerintah dan Program Intervensi: Program-program seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Keluarga Berencana (KB), dan penyuluhan kesehatan masyarakat secara signifikan mempengaruhi capaian IKS. Program intervensi yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga sangat menentukan, seperti program sanitasi dan akses air bersih di daerah pedesaan. kendala Ketimpangan Akses Kesehatan: Ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan dalam hal akses ke fasilitas kesehatan menjadi tantangan besar. Pendidikan dan Informasi: Kurangnya edukasi dan informasi kesehatan yang sampai ke masyarakat, terutama di daerah dengan tingkat pendidikan rendah, menghambat capaian indikator seperti KB, ASI eksklusif, dan pengobatan penyakit. Perilaku dan Budaya: Beberapa perilaku atau budaya masyarakat, seperti kebiasaan merokok dan tidak menggunakan fasilitas kesehatan modern, mempengaruhi rendahnya capaian beberapa indikator. rdapat 22 puskesmas mengalami peningkatan IKS, 10 Puskesmas dengan IKS tetap, dan 3 puskesmas yang mengalami penurunan IKS Yaitu puskesmas Purwanegara 2, Batur 2 dan banjarmangu 1 0.14 0.09 0.12 0.13 0.12 0.13 108.33 monitoring dan evaluasi program upaya kesehatan masyarakat oleh Tim Pembina Cluster Binaan Puskesmas, monitoring dan evaluasi program PIS PK, melaksanakan sinkronisasi bersama lintas program atas data indeks keluarga sehat sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam intervensi yang tepat. 0.12 0.13 108.33 0.12 0.14 116.67 Peningkatan Akses Kesehatan: Memperluas akses terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil, dengan pembangunan fasilitas kesehatan, peningkatan mobilisasi tenaga kesehatan, serta fasilitas mobile clinic. Edukasi dan Penyuluhan Kesehatan: Program penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, terutama mengenai pentingnya imunisasi, KB, ASI eksklusif, serta pentingnya sanitasi dan air bersih. Penguatan Program Keluarga Berencana: Menyediakan akses KB yang lebih mudah dan terjangkau bagi masyarakat, serta melakukan kampanye yang lebih intensif mengenai pentingnya perencanaan keluarga. Peningkatan Infrastruktur Sanitasi dan Air Bersih: Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai untuk meningkatkan kesehatan keluarga. Penguatan Sistem Rujukan dan Layanan Kesehatan Dasar: Memperbaiki sistem rujukan dan memperkuat layanan kesehatan primer di tingkat puskesmas agar penanganan kesehatan lebih efektif dan efisien. 0.12 0.15 125.00 Perilaku Kesehatan: Kebiasaan keluarga, seperti merokok atau menjaga kebersihan lingkungan, sangat memengaruhi hasil capaian indikator.
  Jumlah penurunan Kematian Ibu 14 Angka Kasus ini diakibatkan karena penyebab suspek ancepali yang merupakan wewenang penanganan oleh dokter spesialis dan penanganannya di RSUD Jumlah kasus kematian ibu sampai TW 2 terdapat 9 kasus yang disebabkan perdarahan 5, gagal ginjal 1, Ca 1 dan infeksi 1 Faktor klinis Kondisi medis selama kehamilan (komplikasi kehamilan), Kematian ibu akibat perdarahan juga sering terjadi karena keterlambatan dalam menangani komplikasi saat persalinan. Hal ini mungkin karena kurangnya tenaga kesehatan yang terampil atau fasilitas yang tidak memadai untuk mengatasi kondisi darurat. Faktor sistem kesehatan: Keterbatasan Tenaga Kesehatan Terlatih: Tidak semua tenaga kesehatan di lapangan, khususnya di daerah pedesaan, memiliki keterampilan yang memadai dalam menangani kasus perdarahan postpartum secara efektif. Pelatihan yang kurang atau tidak adanya tenaga medis yang mampu menangani kegawatdaruratan bisa memperburuk situasi. Penundaan Rujukan: Rujukan yang terlambat atau proses rujukan yang rumit dari puskesmas atau bidan desa ke rumah sakit sering kali menyebabkan keterlambatan penanganan yang kritis. Setiap penundaan dalam menangani perdarahan postpartum bisa berakibat fatal. Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya: Kurangnya Pemahaman tentang Risiko Kehamilan Faktor Keterlambatan Penanganan Keterlambatan dalam Memutuskan untuk Mencari Pertolongan, Keterlambatan dalam Mencapai Fasilitas Kesehatan, Keterlambatan dalam Mendapatkan Penanganan di Fasilitas Kesehatan Pendukung: SK Pokja Penyelamat Ibu dan Bayi, Kegiatan AMP, Supervisi terpadu, PMT bumil BOK dan Bankeu, Penguatan sistem rujukan melalui pembagian wilayah sistem rujukan, pelakasanaan ANC terintegrasi di 35 Puskesmas dimana semua program yang terlibat dalam KIA ikut dalam pelayanan ANC terintegrasi Ada penambahan 2 kasus jika di bandingkan triwulan 2 disebabkan karena perdarahan total 9 kasus di tw 3, adapaun 5 dari 9 kasus tersebut disebabkan karena perdarahan. di puskesmas batur 1 Faktor klinis Kondisi medis selama kehamilan (komplikasi kehamilan), Kematian ibu akibat perdarahan juga sering terjadi karena keterlambatan dalam menangani komplikasi saat persalinan. Hal ini mungkin karena kurangnya tenaga kesehatan yang terampil atau fasilitas yang tidak memadai untuk mengatasi kondisi darurat. Faktor sistem kesehatan: Keterbatasan Tenaga Kesehatan Terlatih: Tidak semua tenaga kesehatan di lapangan, khususnya di daerah pedesaan, memiliki keterampilan yang memadai dalam menangani kasus perdarahan postpartum secara efektif. Pelatihan yang kurang atau tidak adanya tenaga medis yang mampu menangani kegawatdaruratan bisa memperburuk situasi. Penundaan Rujukan: Rujukan yang terlambat atau proses rujukan yang rumit dari puskesmas atau bidan desa ke rumah sakit sering kali menyebabkan keterlambatan penanganan yang kritis. Setiap penundaan dalam menangani perdarahan postpartum bisa berakibat fatal. Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya: Kurangnya Pemahaman tentang Risiko Kehamilan Faktor Keterlambatan Penanganan Keterlambatan dalam Memutuskan untuk Mencari Pertolongan, Keterlambatan dalam Mencapai Fasilitas Kesehatan, Keterlambatan dalam Mendapatkan Penanganan di Fasilitas Kesehatan SK Pokja Penyelamat Ibu dan Bayi, Kegiatan AMP, Supervisi terpadu, PMT bumil BOK dan Bankeu, Penguatan sistem rujukan melalui pembagian wilayah sistem rujukan, perubahan regulasi DO kepemilikan kematian berdasarkan domisili bukan KTP Kematian terbanyak di RS dan belum semua RS melakukan AMPSR, penertiban adminduk belum maksimal jadi berpengaruh pada jumlah data sasaran KIA Jumlah kasus kematian ibu sampai TW 4 tahun 2024 atau kumulatif tahun 2024 terdapat 16 kasus, dimana 7 kasus disebabkan perdarahan, infeksi 3 kasus (meningitis, CKD, sepsis), pre eklamsia 2 kasus, penyakit jantung 1 kasus, AFLP 1 kasus, ca syaraf 1 kasus dan DB 1 kasus. Untuk penyebab tertinggi karena perdarahan 6 kasus meninggal di RS dan 1 kasus meninggal di dalam perjalanan rujukan ke RS. 7 kasus perdarahan ibu hamil dengan faktor usia terlalu muda < 20 tahun 2 ibu hamil, dan usia terlalu tua > 35 tahun 4 ibu hamil adapun faktor anemia 1 orang dengan anemia sedang. 17 32 19 18 4.00 5.00 125.00 Monitoring pelaksanaan ANC terintegrasi Mensosialikan Kembali dokter obgyn konsulan setiap Puskesmas 9.00 9.00 100.00 Meningkatkan Kualitas Layanan Antenatal dan Persalinan: Pemantauan yang lebih baik selama kehamilan untuk mendeteksi risiko perdarahan, serta memastikan semua ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dengan petugas terlatih. Memperkuat Sistem Rujukan: Mempercepat proses rujukan dari tingkat puskesmas ke rumah sakit dengan memperbaiki transportasi dan komunikasi antara fasilitas kesehatan. Pelatihan Tenaga Kesehatan: Melakukan pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis, untuk meningkatkan keterampilan menangani komplikasi seperti perdarahan. Menjamin Ketersediaan Darah dan Peralatan Medis: Stok darah yang cukup dan peralatan yang memadai di fasilitas kesehatan harus dijamin, terutama di daerah yang berisiko tinggi. Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Edukasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan rutin, melahirkan di fasilitas kesehatan, dan mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan harus ditingkatkan melalui program-program promosi kesehatan. 14.00 9.00 64.29 Meningkatkan Kualitas Layanan Antenatal dan Persalinan: Pemantauan yang lebih baik selama kehamilan untuk mendeteksi risiko perdarahan, serta memastikan semua ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dengan petugas terlatih. Memperkuat Sistem Rujukan: Mempercepat proses rujukan dari tingkat puskesmas ke rumah sakit dengan memperbaiki transportasi dan komunikasi antara fasilitas kesehatan. Pelatihan Tenaga Kesehatan: Melakukan pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis, untuk meningkatkan keterampilan menangani komplikasi seperti perdarahan. Menjamin Ketersediaan Darah dan Peralatan Medis: Stok darah yang cukup dan peralatan yang memadai di fasilitas kesehatan harus dijamin, terutama di daerah yang berisiko tinggi. Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Edukasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan rutin, melahirkan di fasilitas kesehatan, dan mengetahui tanda-tanda bahaya kehamilan harus ditingkatkan melalui program-program promosi kesehatan. 19.00 16.00 84.21 Peningkatan kompetensi SDM di FKTP dan FKTRL dalam penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal, pemenuhan sarpras, pendampingan dokter ahli, peningkatan kualitas monev program, Monev fasyankes rujukan terintegrasi Yankes dan Kesga Gizi
  Prevalensi Wasting 14 Persentase Capaian pada TW I masih melebihi target, prevalensi wasting merupakan indikator negatif, dikatakan kinerjanya baik jika mampu menekan kasus di bawah target Target 4,7% merupakan capaian tahun 2023 sehingga di harapkan angka kematian neonatal menurun dari tahun sebelumnya Wasting, atau kondisi kurang gizi akut pada anak, ditandai dengan berat badan yang sangat rendah dibandingkan dengan tinggi badan. Wasting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat berdampak serius pada pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup anak-anak. angka 4,47 data dari ePPGM TW 3 bulan september, proses input september belum selesai, Ada penambahan kasus wasting baru prevalensi Wasting adalah kondisi malnutrisi akut yang terjadi ketika seorang anak memiliki berat badan yang sangat rendah untuk tinggi badannya, yang mengindikasikan bahwa ia mengalami kekurangan gizi akut. Prevalensi wasting menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur kondisi kesehatan dan gizi anak-anak di suatu wilayah. Kinerja dalam menurunkan prevalensi wasting menjadi bagian penting dari upaya peningkatan status kesehatan anak, serta menjadi fokus dalam pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam target 2.2 tentang penghapusan segala bentuk malnutrisi pada anak-anak. Beberapa faktor pendukung yang berkontribusi terhadap penurunan prevalensi wasting di Indonesia antara lain: a. Intervensi Gizi Spesifik Program Suplementasi Gizi,dalam memberikan suplementasi makanan tambahan untuk anak-anak yang mengalami kekurangan gizi akut, terutama di wilayah-wilayah yang rawan. Pemberian Vitamin dan Mikronutrien: Pemberian vitamin A dan zat besi kepada balita juga berkontribusi dalam mencegah wasting, karena defisiensi mikronutrien bisa memperparah kondisi gizi anak. Program ASI Eksklusif: Meningkatnya promosi dan edukasi mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak merupakan salah satu faktor utama yang mendukung penurunan angka wasting. ASI eksklusif membantu mencukupi kebutuhan nutrisi bayi secara optimal dan mencegah kekurangan gizi. b. Peningkatan Akses ke Layanan Kesehatan Posyandu dan Puskesmas: Fasilitas layanan kesehatan primer seperti Posyandu dan Puskesmas berperan penting dalam pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita secara berkala. Pemantauan ini dapat mendeteksi masalah wasting sejak dini, sehingga intervensi bisa dilakukan lebih cepat. Program Rujukan Gizi: Program rujukan dari fasilitas kesehatan primer ke rumah sakit untuk anak-anak dengan gizi buruk berat turut membantu dalam menurunkan angka wasting melalui penanganan medis yang lebih intensif. c. Edukasi Gizi kepada Masyarakat Edukasi Gizi untuk Ibu dan Keluarga: Program edukasi gizi kepada ibu dan keluarga di berbagai daerah membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pola makan seimbang bagi anak-anak. Edukasi ini biasanya dilakukan di Posyandu, Puskesmas, dan melalui penyuluhan dari kader kesehatan. d. Program Perlindungan Sosial Bantuan Sosial: Program Bantuan Pangan Non-Tunai dan Program Keluarga Harapan (PKH) membantu meningkatkan daya beli keluarga miskin, sehingga akses mereka terhadap makanan bergizi meningkat. Program-program ini secara tidak langsung berkontribusi dalam penurunan angka wasting Capaian prevalensi wasting tahun 2024 sudah memenuhi target, diupayakan agar capaian dapat lebih turun. Terjadi penurunan prevalensi wasting tiap tahunnya. Angka 4,1 data dari ePPGM 8 Januari 2025 , proses input data bulan Desember belum selesai. Ada penambahan kasus wasting baru. Wasting adalah kondisi malnutrisi akut yang terjadi ketika seorang anak memiliki berat badan rendah dibandingkan terhadap tinggi badannya, yang mengindikasikan bahwa ia mengalami kekurangan gizi akut. Prevalensi wasting menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur kondisi kesehatan dan gizi anak-anak di suatu wilayah. Kinerja dalam menurunkan prevalensi wasting menjadi bagian penting dari upaya peningkatan status kesehatan anak, serta menjadi fokus dalam pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam target 2.2 tentang penghapusan segala bentuk malnutrisi pada anak-anak. Capaian prevalensi wasting tahun 2024 sudah memenuhi target, diupayakan agar capaian dapat lebih turun. Terjadi penurunan prevalensi wasting tiap tahunnya. Angka 4,1 data dari ePPGM 8 Januari 2025 , proses input data bulan Desember belum selesai. Ada penambahan kasus wasting baru. Wasting adalah kondisi malnutrisi akut yang terjadi ketika seorang anak memiliki berat badan rendah dibandingkan terhadap tinggi badannya, yang mengindikasikan bahwa ia mengalami kekurangan gizi akut. Prevalensi wasting menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur kondisi kesehatan dan gizi anak-anak di suatu wilayah. Kinerja dalam menurunkan prevalensi wasting menjadi bagian penting dari upaya peningkatan status kesehatan anak, serta menjadi fokus dalam pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam target 2.2 tentang penghapusan segala bentuk malnutrisi pada anak-anak. 4.4 5 4.7 4.6 4.70 5.20 110.64 a) Pengadaan dan distribusi PMT Balita dan ibu hamil b) Pengawasan Tingkat konsumsi PMT Balita dan ibu hamil c) pelatihan pembuatan PMT lokal bagi kader, pendampingan dan monitoring balita yang mendapatkan PMT secara rutin, pelatihan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bagi kader di Posyandu 4.70 4.30 91.49 Upaya yang dilakukan  Perbaikan Ketahanan Pangan: Melalui program bantuan pangan dan dukungan pertanian.  Edukasi Nutrisi: Mengedukasi orang tua, khususnya ibu, tentang pentingnya gizi yang seimbang.  Peningkatan Layanan Kesehatan: Menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses, termasuk pengobatan infeksi dan program imunisasi.  Intervensi Sanitasi dan Air Bersih: Meningkatkan akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak.  Pendekatan Berbasis Komunitas: Menggunakan pendekatan lokal untuk mengatasi norma budaya yang merugikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan anak. 4.70 4.50 95.74 Peningkatan Akses terhadap Pangan Bergizi Melalui Program Ketahanan Pangan dan Subsidi Pangan Bergizi Perbaikan Program Edukasi Gizi melalui Melakukan pelatihan berkelanjutan untuk kader kesehatan di desa agar mereka dapat memberikan edukasi gizi yang tepat kepada ibu dan keluarga. dan Memperluas kampanye tentang pentingnya gizi seimbang Penguatan Layanan Kesehatan melalui Pemantauan Gizi yang Lebih Intensif: dan Pelayanan Gizi di Fasilitas Kesehatan Peningkatan Program Perlindungan Sosial 4.70 4.10 87.23
Meningkatnya kualitas dan efektivitas perencanaan dan pencapaian kinerja OPD Nilai SAKIP Dinas Kesehatan Kab. Banjarnegara (Nilai) 14 Nilai Belum ada nilainya, LHE atas kinerja Tahun N-1 biasanya di bulan agustus-sept tahun N Sudah tercapai namun masih ditemui kendala a) Sumber Daya Manusia (SDM) Kompetensi dan Kualifikasi: Kualitas dan kompetensi staf dalam menyusun, mengelola, dan melaporkan kinerja. Diperlukan Pelatihan dan Pengembangan: Tingkat pelatihan dan pengembangan yang diterima oleh staf terkait dengan manajemen kinerja. b) Sistem dan Prosedur Belum ada Sistem Informasi Manajemen Kinerja yang memadai: Efektivitas sistem informasi yang digunakan untuk memantau dan melaporkan kinerja. Prosedur Internal belum memadai: Kesesuaian prosedur internal dalam mendukung manajemen kinerja yang akuntabel belum memadai c) Kondisi Eksternal: adanya Faktor-faktor eksternal seperti perubahan kebijakan, kondisi ekonomi, atau faktor sosial yang dapat mempengaruhi pelaksanaan dan pencapaian kinerja. d) Keterlibatan Pemangku Kepentingan: belum membudaya Keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan pelaporan kinerja, serta feedback yang diberikan. e) Budaya Kinerja belum optimal: Budaya organisasi yang mendukung pencapaian kinerja, termasuk adanya dorongan untuk mencapai hasil yang baik dan akuntabel. f) Etika dan Integritas: Kualitas etika dan integritas dalam pengelolaan dan pelaporan kinerja yang belum optimal , seringnya terlambat dalam pengumpulan dan pelaporan data, penugasan tidak sepenuhnya dilakasanakan aspek perencanaan: tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategis Dinas Kesehatan (seperti Renstra) sejalan dengan misi dan visi pemerintah daerah serta kebutuhan masyarakat, tujuan tersebut sudah jelas dan dapat diukur, indikator-indikator kinerja yang ditetapkan sudah terukur, realistis, dan tepat karena mandatory dari kemenkes Aspek pengukuran: Membandingkan hasil kinerja aktual dengan target yang telah ditetapkan pada awal tahun dan analisis efisiensi pelaksanaan program Aspek Pelaporan kinerja: pelaporan kinerja tahun 2023 sudah di upayakan sesuai ketentuan namun hanya dapat di publish di web dinas kesehatan Aspek evaluasi internal: penilaian oleh inspektorat terhadap aspek perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, evaluasi, dan perbaikan minimal 1 tahun sekali mencakup perencanaan strategis yang matang, pelaksanaan program yang tepat sasaran, kompetensi sumber daya manusia, monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan, penggunaan teknologi sederhana, keterlibatan pimpinan. Keberhasilan pelaksanaan program kesehatan dapat dipengaruhi oleh situasi sosial-ekonomi dan demografi Kabupaten Banjarnegara, seperti tingkat kemiskinan, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan, dan kondisi geografis. Keberhasilan kinerja juga tergantung pada dukungan kebijakan daerah, seperti alokasi anggaran kesehatan dan dukungan sistem aplikasi SAKIP terintegrasi di tingkat kabupaten Kedalaman analisis dalam pengukuran kinerja masih belum baik dan komprehensif Sudah tercapai 75 60 73.8 74.5 0.00 0.00 0.00 1) Rekomendasi kebijakan untuk membuat sistem informasi sakip 2) pertemuan peningkatan pemahaman dan komitmen serta dokumen yang distandarkan untuk memenuhi penilaian implementasi sakip 3) peningkatan tertib administrasi dan dokumentasi kegiatan implementasi sakip 4) penguatan kebijakan dinas dalam menjamin ketersediaan dan keakuratan data kinerja 5) penguatan tim sakip (timkompor) 6) Pendampingan dalam analisis capaian kinerja 7) usulan pembuatan aplikasisakip dinas kesehatan (untuk memudahkan pemahaman alur sakip, memudahkan input data capaian kinerja hingga RTL) 73.80 74.00 100.27 a) Peningkatan Perencanaan Kinerja Revisi dan Penyempurnaan Rencana Strategis: Menyusun atau memperbarui rencana strategis (Renstra) dan rencana kerja (Renja) agar lebih jelas, terukur, dan selaras dengan visi, misi, serta tujuan organisasi. Pengembangan Indikator Kinerja: Menetapkan indikator kinerja utama (IKU) yang relevan, spesifik, terukur, dan realistis untuk mengukur pencapaian sasaran. b) Optimalisasi Pengelolaan Anggaran Perencanaan Anggaran yang Berbasis Kinerja: Mengembangkan anggaran yang sesuai dengan rencana kinerja dan memastikan alokasi dana yang memadai untuk setiap program dan kegiatan. Pengawasan dan Pengendalian Anggaran: Menerapkan mekanisme pengawasan dan kontrol yang ketat untuk memastikan penggunaan anggaran sesuai dengan rencana dan target kinerja. c) Peningkatan Kualitas Data dan Informasi Sistem Informasi Manajemen Kinerja: Mengimplementasikan sistem informasi yang efektif untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan data kinerja secara akurat. Pelatihan Pengelolaan Data: Melatih staf dalam pengelolaan dan analisis data untuk memastikan kualitas dan keandalan informasi kinerja. d) Peningkatan Pelaksanaan Kegiatan Penguatan Prosedur Pelaksanaan: Memastikan bahwa kegiatan dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan. Pengelolaan Waktu dan Sumber Daya: Mengelola waktu dan sumber daya dengan efisien untuk mencapai target kinerja tepat waktu. e) Perbaikan dalam Pelaporan Kinerja Kualitas Laporan Kinerja: Menyusun laporan kinerja yang jelas, akurat, dan sesuai dengan format yang ditetapkan, serta mencerminkan pencapaian hasil yang sebenarnya. Transparansi dan Aksesibilitas: Meningkatkan transparansi dengan memastikan laporan kinerja mudah diakses oleh publik dan pemangku kepentingan. f) Penguatan Evaluasi dan Tindak Lanjut Proses Evaluasi yang Efektif: Mengembangkan dan menerapkan proses evaluasi kinerja yang komprehensif untuk menilai pencapaian hasil dan dampak. Tindakan Perbaikan dan Rencana Aksi: Menindaklanjuti hasil evaluasi dengan rencana aksi perbaikan yang konkret dan implementasi yang efektif. g) Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Pelatihan dan Pengembangan: Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi staf dalam manajemen kinerja, pelaporan, dan analisis. Peningkatan Motivasi dan Kinerja: Menerapkan sistem penghargaan dan insentif untuk memotivasi staf agar berkontribusi secara optimal terhadap pencapaian kinerja. h) Penguatan Sistem dan Prosedur Reviu dan Pembaruan Prosedur: Meninjau dan memperbarui prosedur internal untuk memastikan bahwa semua proses terkait manajemen kinerja dilakukan secara efisien. Audit Internal dan Pengawasan: Melakukan audit internal secara berkala untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap prosedur dan mengidentifikasi potensi masalah. i) Peningkatan Akuntabilitas dan Transparansi Prinsip Akuntabilitas: Memastikan penerapan prinsip akuntabilitas dalam semua aspek manajemen kinerja, termasuk pengelolaan anggaran dan pelaporan. Keterlibatan Pemangku Kepentingan: Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi. j) Dukungan Kepemimpinan Komitmen Pimpinan: Mendapatkan dukungan penuh dari pimpinan dalam penerapan sistem akuntabilitas kinerja, termasuk dalam hal alokasi sumber daya dan pengawasan. Kepemimpinan yang Inspiratif: Pimpinan harus memberikan teladan dan arahan yang jelas untuk memotivasi seluruh tim dalam pencapaian target kinerja. 73.80 74.00 100.27 Penyempurnaan indikator kinerja agar lebih fokus dan terukur. Penguatan tata kelola dan akuntabilitas internal. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam memahami dan mengimplementasikan SAKIP. 73.80 74.00 100.27
  Nilai Survey Kepuasan Masyarakat 14 Nilai Nilai Survey Kepuasan Masyarakat belum dapat tercapai dikarenakan pelaksanaan survei pada bulan mei 2024 a) Masih perlu di tingkatkan Sarana dan prasarana masih perlu di penuhi, kurangnya petugas khusus untuk secara realtime mengecek aduan masyarakat, website yang masih error sehingga tidak bisa update sosialisasi registrasi online melalui website b) Kepatuhan petugas dalam panatalaksanaan kasus belum sesuai standar, keterlambatan mengenal faktor risiko sehingga terlambat dalam melakukan rujukan, penegakkan diagnosis tidak tepat sehingga penatlaksanaan kasus tidak tepat, pemantauan pada pasien induksi belum dilakukan secara intens, pemantauan pasien pasca salin belum dilakukan sesuai satandar Survey kepuasan masyarakat semester II 83,7 , mengalami kenaikan pada semester 1 83,1 3 indikator yang mempunyai nilai rendah yaitu : waktu penyelesaian, prosedur dan sarana prasarana Faktor Pendukung: Faktor-faktor yang mendukung capaian tinggi dalam survei kepuasan masyarakat antara lain mungkin berupa: Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan. Penambahan fasilitas kesehatan. Implementasi sistem pelayanan berbasis teknologi (misalnya pendaftaran online, rekam medis elektronik). Responsivitas terhadap keluhan masyarakat. Faktor-faktor penghambat, seperti keterbatasan anggaran, kekurangan tenaga kesehatan, atau masalah aksesibilitas di daerah terpencil, dapat mempengaruhi rendahnya kepuasan masyarakat. Dari hasil survey yang telah di lakukan terdapat 3 nilai indikator terendah : Kecepatan pelayanan, prosedur layanan dan transparansi petugas layanan , Dua unsur terendah diatas adalah unsur yang sama mempunyai nilai terendah pada Survey Kepuasan Masyarakat Semester 1 tahun 2024. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Teknik USG, unsur paling prioritas adalah “unsur kecepatan layanan”. Unsur ini menjadi lebih prioritas dibandingkan unsur lainnya yang mana artinya tindak lanjut yang di lakukan pada semester 1 belum maksimal. tindak lanjut yang dilakukan yaitu meningkatkan sosialisasi registrasi online melalui media sosial dan meningkatkan kompetensi petugas layanan. 83 80 81 83 0.00 0.00 0.00 1) proses usulan pada anggaran perubahan untuk pembenahan sarpras pelayanan publik 2) Pembentukan SK tim pelayanan publik , peningkatan tertib administrasi pelayanan publik, penyusunan dokumen pelayanan publik oleh seksi terkait yang memberikan pelayanan publik 3) pelaksanaan survei kepuasan masyarakat secara online melalui media massa dan media elektronik 81.00 83.10 102.59 81.00 83.70 103.33 perbaikan infrastruktur, peningkatan pelatihan bagi petugas kesehatan, atau peningkatan prosedur layanan. 81.00 83.30 102.84 meningkatkan sosialisasi registrasi online melalui media sosial dan meningkatkan kompetensi petugas layanan
Grand Summary (COUNT=6)